Sahabat itu satu tingkat di atas kata teman dan satu tingkat di bawah keluarga. Tapi agak susah membandingkan tingkatan dengan kekasih. Untuk perbandingan yang ini, menurutku masih relatif. Ada yang bilang di bawah kekasih, tapi ada pula yang sebaliknya. Kalau menurutku sahabat berada satu tingkat dia atas kekasih dan dua tingkat dari teman. Jadi kalau disusun keluarga, sahabat, kekasih dan kemudian teman.
Maka dari itu, sahabat adalah makhluk yang mengerti dan menerima kita apa adanya setelah keluarga. Mereka ada untuk kita. Dalam suka dan duka. Ketika kita bertemu dengan sahabat, obrolan mengalir seperti aliran air sungai yang tak bermuara. Obrolan dari yang ringan, sedang sampai yang berat. Bertukar pikiran, saling mengkritik, saling memahami dan saling memaklumi kekurangan masing-masing.
Lalu dimana kita bisa menemukan seorang sahabat? jawaban nya ada dalam diri kita sendiri. Saat kita tulus kepada seseorang, pasti kita akan menemukan seorang sahabat sejati di dalamnya. Walaupun tak semua orang yang kita temui akan menjadi sahabat kita. Tapi dengan mata hati kita, pasti akan menemukan seseorang yang kan menjadi sahabat kita. Kita cukup melakukan sesuatu dengan tulus dan tanpa pamrih untuk setiap orang.
Aku menemukan sahabatku di kala masa SMA. Dari aku mulai pertama berteman, aku selalu berharap akan sahabat yang mau melakukan apapun untuk membuatku senang. Tapi ternyata tidak seperti itu persahabatan. Ternyata bersahabat itu ada kalanya tertawa bersama dan ada kalanya menangis bersama. Perasaan sayang yang nggak bisa diungkapin dengan kata-kata tapi dengan banyak perbuatan. Saling tolong menolong di perantauan adalah permulaan dari persahabatan itu tumbuh. Ada kalanya sahabatku ngambek, tapi anehnya aku tak bisa marah padanya. Walopun ngambeknya berhari-hari.
Layaknya kemaren, malam itu kondisi mentalku lagi nggak bagus. Sumpek ama kerjaan dan kuliah. Kegiatan 7 hari dalam 1 minggu tanpa ada istirahat. Tak ada waktu untuk merfresh pikiran, saat berharap mendapat suatu yang menyegarkan pikiran ketika pulang ke rumah, yang kudapat malah sebaliknya. Tingkat sensitifitas memuncak dan tak menemukan seorang pun untuk sekedar berbicara. Bahkan keluarga, entah mengapa tak bisa membuka mulut sama sekali. Saat itulah, sahabatku datang tanpa di undang. Lega rasanya, padahal aku sama sekali tak membicarakan masalahku. Aneh ya..?
Itulah sahabat.... Selalu merindukan.. Selalu berharap mereka baik-baik saja...
Sahabat... Terima kasih atas semua yang kau berikan.
Tuesday, July 27, 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
2 komentar:
Sobat........I'm agree with Sahabat's words.tempat ajang curhat,meski gak bs kasih solusi nevermain,asalkan sudah cerita kita lega kan??untuk solusi sih biasanya tergantung keyakinan kita sendiri,feeling your hearth,follow your hearth,okay.
iya mbak.. tapi masih heran, ada yang teman yang bilang. TAkut menjadi seorang sahabat bagi seseorang.
Post a Comment