topbella

Tuesday, July 27, 2010

Komitmen Cinta

Tergelitik ama pertanyaan yang kulontarkan sendiri saat salah seorang sahabat mengatakan takut pada komitmen. Kalo dipikir pikir, mungkin pertanyaan itu muncul karena adanya rasa takut atas kekecewaan pada komitmen itu. Ato lebih tepatnya adalah memuaskan egoisme diri sendiri untuk pembelaan kala menemukan seseorang yang lebih menarik dan menggiurkan untuk dimiliki namun tetap pada kondisi tanpa status

Ada rekan kantor yang mengalami hal serupa, dia pernah berkata "menjadi orang ketiga memiliki sensasi tersendiri". Hm..... perlu ditelaah pernyataan ini. Memang cukup memicu adrenalin karena menjalani hubungan yang sembunyi-sembunyi. Tapi tak selamanya kan selingkuh itu indah, pastilah lebih banyak makan ati bagi pihak ketiga nya ato bahkan semua pihak.

Adalagi kawan di kampus, cowok mungil yang imut. Ku pikir kami berkawan dan hampir pada tahap kawan dekat, namun tak pernah terlintas pada tahapan "boyfriend". Tiba-tiba menyalah artikan perhatianku pada kata komitmen. Hm... keGRan yang berlebihan nih.... Kengototannya atas tidak mau adanya komitmen ini membuatku bertanya "U ga ngajak aku TTM an kan?" dan tak kusangkan yang ada adalah jawaban "YA".

Hm.... fenomena yang memang lagi musim banget kayaknya. At least di sekitar lokasi ku tinggal sekarang. Ada beberapa case yang bisa dikatakan "menyelip di tikungan", dalam arti lebih tertarik mendekati cewek yang sudah memiliki pacar. Ada yang menikmati masa kedekatan dengan tanpa menyinggung pasangan ( pasangan TTM ) tentang kondisi pacar masing-masing. Ada yang mengeluhkan sangan menyakitkan berada di posisi pihak ketiga. Ada yang merasa memang mengasyikkan menjadi pengganggu hubungan harmonis orang lain. Untuk yang ketiga ini sepertinya bisa dibilang penyakit, mungkin sejenis kleptomania kali ya...? hehhehe

Tapi apapun itu, tetap terasa menarik jika membahas perkara "LOVE". So... entah apa arti komitmen bagi tiap orang? yang pasti akan ada jawaban jamak mengenai nya.... karena memang luas artinya

Profesional Kerja

Nyari di http://kamus.kbbi.or.id/ nemu hasil "kosakata baru" alias nggak ada kata itu dalam kamus besar bahasa indonesia. Mungkin karena termasuk dalam kata colongan dari bahasa asing kali ya.... :D

Jadi memilah milah sendiri dengan kemampuan otakku yang terbatas ini tentang arti kata profesional. Menurut ku profesional itu adalah suatu tindakan seseorang dalam melaksanakan tugas-tugasnya dengan tanpa mencampuradukkan berbagai kepentingan dan rasa pribadi di dalamnya. Ato dengan kata lain arti kata profesional adalah seseorang yang memiliki 3 hal, yang ketiganya mampu berjalan seiring dan sejalan (balance) serta berjalan tanpa ada satu unsur yang tertinggal atau mendominasi. Tiga hal tersebut adalah IQ, EQ, dan SQ (intellegent, emotional, dan spiritual Quotient).

Namun implementasi dari teori tersebut sepertinya susah banget. Nggak memungkiri kala bad mood mendera, timbul efek ke kerjaan juga walo nggak parah banget. Ga jarang sikap kala bad mood itu di rasain ama rekan satu team ku. Dia bilang, cara komunikasi ku jadi nggak manusiawi. Hehhe.

Mengkutip kata "TEAM" disini, dalam sebuah tim butuh banget sikap profesional. Jika ujung tombak dari sebuah tim tidak mampu profesional, bagaimana dengan anggota team nya??

Tanggung jawab seorang pimpinan memang lebih banyak dibandingkan para staff nya. Maka dari itu, fokus merupakan satu hal yang sangat mutlak dimiliki oleh seorang pimpinan. Dan fokus itu sendiri akan mengarah pada sikap yang profesional. Bukan lah seorang tipe pimpinan yang baik jika untuk hal-hal yang krusial diserahkan sepenuhnya kepada staff di bawahnya. Apalagi jika ditambahkan dengan adanya kesalahan ditanggung sepenuhnya oleh staff tersebut dengan embel-embel "saya sudah mempercayakan sepenuhnya kepada kamu". Wah... kalo dari sisi staff pasti sangat menyulitkan, karena tanggung jawab yang diserahkan padanya bukan lah termasuk dalam job desc nya. Dan bukan si staff ini yang meminta untuk diberi kan tanggung jawab ini. Mungkin akan lain reaksinya jika si pimpinan bersikap profesional. Dalam artian, memberikan tanggung jawab kepada staff tersebut dengan tidak diikuti "lepas tangan".

Ada yang bilang sukses dan hancurnya seseorang lelaki karena harta, tahta dan wanita. Untuk alasan hancur paling banyak sepertinya wanita. Tak jarang kita jumpai pimpinan yang telah memiliki harta dan tahta, namun tunduk pada makhluk yang disebut wanita. Seperti drama korea yang kutonton selama ini, seorang cowok rela resign alias keluar dari perusahaan karena cintanya pada seorang wanita. Di indonesia pun tak jarang lo... Bahkan pimpinanku langsung sepertinya juga kena syndrom yang satu ini. Dan syndrom ini lah, yang membuatnya kurang profesional.... :(

Anyway.. apapun itu alasan kita menjadi kurang ato bahkan tidak profesional, saatnya untuk instropeksi diri dan semoga bisa menjadi pribadi yang lebih baik lagi..

Sulitnya Ber SABAR

"sabar ya..", 'ya udah yang sabar ya..',"sabar pasti akan datang waktunya.."
Serasa begitu mudah kata itu terucap dari mereka...kucoba menjalaninya setahun,dua taun,tiga taun,lebih tapi kenapa ketika sampai di titik kulminasinya,rasanya begitu sulit untuk ku bertahan.Sebenarnya Tidak salah apa yang mereka sarankan.Karena memang sudah ada tuntunannya.Andai aku jadi mereka mungkin dan pastinya ku sarankan yang sama walau berat,karena aku sendiri kadang susah melakukannya.
Tapi apa yang bisa kita lakukan lagi selain kata itu setelah kita berusaha dan berdoa??kita tidak bisa lakukan apa-apa.Walau sampai rasanya usaha yang kita lakukan sudah maksimal.kadang kita lakukan usaha yang gak masuk akal.jauh dari nalar kita.Gila memang..Tapi kita hanya bisa menunggu hasilnya dengan SABAR,lagi lagi dengan kata SABAR.
Jika penantian ato kesabaran itu terasa sudah terlalu lama maka kejenuhan itu datang dan kesabaran itu lenyap menjadi emosi yang menjadi jadi.menyalahkan kenapa apa yang kita ingini belum juga datang.Lalu siapa yang salah??apa yang salah??apa salah kita??masih kurangkah usaha dan doa kita??Entahlah sulit memang...
Setebal dan sekuat apapun iman seseorang apakah pernah merasakan titik kejenuhan dari kesabaran yang ia jalankan??
Smoga kita bisa terus bertahan..............amien

Godaan Duit

Dalam konteks ini, kita membahas kaya dalam arti sebenarnya dan dalam lingkup yang lebih sempit yaitu keuangan. Kaya adalah ketika berada dalam kondisi berlimpah harta dan rejeki yang lebih dari cukup ada di tangan kita. Kekayaan biasanya diringi dengan kekuasaan atau jabatan yang tinggi dalam suatu lingkungan tertentu. Makanya ga mungkin seorang presiden itu miskin....

Hal yang paling kutakutkan adalah menjadi KAYA. Aneh memang, malah bisa disebut dengan abnormal. Apalagi dengan kondisi dunia yang sekarang ini, tak akan bisa hidup jika tanpa uang di tangan. Merasa tidak dihargai dan disepelekan jika tak memiliki uang tak jarang muncul dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan sekitar kita.

Contoh aja, ada beberapa manusia yang memandang seorang pengemis dengan jijik. Walaupun ada segelintir yang memandang dengan diiringi rasa kasihan. Tapi coba kita amati saat manusia memandang seseorang yang turun dari sedan BMW. Ada yang berkata "wah...", ada yang cukup dengan melongo atau ada yang lebih ekstrim dengan langsung nyamperin (mungkin emang udah kenal kali ya.. :D).

Itu contoh kala kita berada di posisi penonton. Kita bayangkan jika kita di posisi sebagai seorang yang kaya. Hal pertama yang biasa nya muncul sebagai reaksi dari banyak uang adalah menjadi seorang yang boros. Apalagi dengan mayoritas masyarakat dunia yang konsumtif. Tujuan manusia dalam hidup adalah memenuhi keinginannya. Maka dari itu, saat memiliki modal pasti tak akan menunda untuk memenuhi keinginannya tersebut.

Bagaimana kalo berada dalam kondisi sebagai seorang ibu. Kita liat aja, beberapa contoh orang yang sukses dominan berasal dari kalangan tak mampu. Secara logika, dasar sifat manusia tergantung dari sang ibu. Bagaimana sesama saudara bisa rukun, itu juga bergantung dari ibu. Berbeda dengan kepandaian, yang bisa berasal dari Gen. Seorang ibu mendidik anak-anaknya untuk saling berbagi dan tolong menolong di kala susah. Bagaimana cara mencotohkan kondisi susah jika lingkungan rumah sudah serba ada.

Kita liat karakteristik orang disekitar kita. Sebagai permisalan, aku memiliki teman sedivisi yang berbeda latar belakang. Dua-duanya orang yang baik dan menyenangkan. Yang berbeda adalah cara mereka menatap kehidupan. Temen ku yang satu, kita sebut aja "A" yang berasal dari keluarga yang pas-pas an. Saat ada masalah menerpa dalam kerjaan, dia akan terdiam sejenak dan berpikir tentang solusi yang terbaik. Sedangkan temenku yang satunya, kita sebut dia "B" yang berasal dari keluarga berduit. Dalam menghadapi masalah yang ada di depan mata, lebih ke arah menggampangkan. Contoh lebih detail, A akan mengerjakan tiap job yang menjadi tanggung jawab dia sampai selesai baru dia pulang kantor. Walopun kerjaan itu selesai jam 12 malem. Sedangkan si B, walopun job yang jadi tanggung jawab dia belum kelar ampe 50% dan tiba-tiba ada tawaran main bilyard, langsung cabut dengan embel-embel masih ada hari esok.

Nah.. .karena melihat hasil didikan orang kaya pada orang di lingkunganku, membuatku makin takut menjadi kaya. Aku takut gimana cara mendidik anak ku kelak. Kalo misal aku sekarang hidup pas, nggak miskin tapi juga nggak kaya. Mungkin aku bisa mendidik anakku kelak dengan system yang sama seperti yang ibuku terapkan padaku. Semisal ibuku hanya mampu membeli sepotong roti, maka dia akan mengajari aku dan kakakku untuk memotong roti itu menjadi dua. Namun jika dalam kondisi yang kaya, pasti akan terpikir membeli dua potong roti sekaligus. Aku takut tak mampu mendidik anakku menjadi lebih tangguh dan lebih baik daripada aku. Aku takut akan godaan menjadi sombong ketika menjadi kaya. Tak bisa mengenakan baju seharga dibawah 500.000 atau tak mampu mencuci piring karena telapak tangan langsung lecet terkena air sabun. Aku tak mampu menghadapi cobaan yang seperti itu....

Dan yang paling mengerikan, aku lupa beribadah karena sibuk bersenang-senang dengan uang yang kumiliki.... audzubillahhamindalid...

FriendShip

Sahabat itu satu tingkat di atas kata teman dan satu tingkat di bawah keluarga. Tapi agak susah membandingkan tingkatan dengan kekasih. Untuk perbandingan yang ini, menurutku masih relatif. Ada yang bilang di bawah kekasih, tapi ada pula yang sebaliknya. Kalau menurutku sahabat berada satu tingkat dia atas kekasih dan dua tingkat dari teman. Jadi kalau disusun keluarga, sahabat, kekasih dan kemudian teman.

Maka dari itu, sahabat adalah makhluk yang mengerti dan menerima kita apa adanya setelah keluarga. Mereka ada untuk kita. Dalam suka dan duka. Ketika kita bertemu dengan sahabat, obrolan mengalir seperti aliran air sungai yang tak bermuara. Obrolan dari yang ringan, sedang sampai yang berat. Bertukar pikiran, saling mengkritik, saling memahami dan saling memaklumi kekurangan masing-masing.

Lalu dimana kita bisa menemukan seorang sahabat? jawaban nya ada dalam diri kita sendiri. Saat kita tulus kepada seseorang, pasti kita akan menemukan seorang sahabat sejati di dalamnya. Walaupun tak semua orang yang kita temui akan menjadi sahabat kita. Tapi dengan mata hati kita, pasti akan menemukan seseorang yang kan menjadi sahabat kita. Kita cukup melakukan sesuatu dengan tulus dan tanpa pamrih untuk setiap orang.

Aku menemukan sahabatku di kala masa SMA. Dari aku mulai pertama berteman, aku selalu berharap akan sahabat yang mau melakukan apapun untuk membuatku senang. Tapi ternyata tidak seperti itu persahabatan. Ternyata bersahabat itu ada kalanya tertawa bersama dan ada kalanya menangis bersama. Perasaan sayang yang nggak bisa diungkapin dengan kata-kata tapi dengan banyak perbuatan. Saling tolong menolong di perantauan adalah permulaan dari persahabatan itu tumbuh. Ada kalanya sahabatku ngambek, tapi anehnya aku tak bisa marah padanya. Walopun ngambeknya berhari-hari.

Layaknya kemaren, malam itu kondisi mentalku lagi nggak bagus. Sumpek ama kerjaan dan kuliah. Kegiatan 7 hari dalam 1 minggu tanpa ada istirahat. Tak ada waktu untuk merfresh pikiran, saat berharap mendapat suatu yang menyegarkan pikiran ketika pulang ke rumah, yang kudapat malah sebaliknya. Tingkat sensitifitas memuncak dan tak menemukan seorang pun untuk sekedar berbicara. Bahkan keluarga, entah mengapa tak bisa membuka mulut sama sekali. Saat itulah, sahabatku datang tanpa di undang. Lega rasanya, padahal aku sama sekali tak membicarakan masalahku. Aneh ya..?

Itulah sahabat.... Selalu merindukan.. Selalu berharap mereka baik-baik saja...

Sahabat... Terima kasih atas semua yang kau berikan.

Suara "Outsource"

Dalam sebuah instansi perusahaan pasti ada yang namanya target. Ada yang namanya kebijakan. Dan tiap target serta kebijakan itu, pastilah akan menimbulkan dampak yang berbeda-beda. Baik untuk suatu individu atau untuk sebuah tim.

Di tempatku bekerja sekarang juga begitu adanya. Ada target divisi dan ada juga target perusahaan. Dan kesemuanya itu kadang ada bentroknya juga. Apalagi posisi ku sebagai kaum outsource. Bukannya aku nggak bersyukur, aku benar2 merasa alhamdulillah banget dapet kerjaan di sini. Karena aku bisa melanjutkan kuliah setelah kerja disini. Cuma kadang aku merasa lucu ama kebijakan pihak perantara ku. Anggep aja pihak pertama adalah perusahaan dimana aku berkerja. Dan aku sebagai pihak ketiga yang menjadi aset pihak kedua alias menjadi produk perusahaan perantara antara pihak pertama dan ketiga. Si pihak kedua ini, kadang memaksakan kehendak mereka pada kaum pihak ketiga.

Sebetulnya kejadian pemaksaan seperti yang dialami beberapa temen outsource di lokasi kantor sekarang nggak perlu terjadi. Selama si pihak kedua mampu memberikan service dan loyalilatas yang bagus juga pada pihak ketiga. Mungkun service ini bisa berupa cara pengungkapan, cara penyampaian dan cara mengundang. Misal nya case sekarang ini, temen-temen merasa ada pemaksaan pada diri mereka untuk datang ke refreshment. Bagaimana tidak, kalau tidak datang dapet ancaman nggak diperpanjang kotrak lah, ato di SP lah, dll. Bermacam-macam di berbagai kota di jawa timur. Yang aneh kebijakan yang disampaikan bagi yang tidak mengikuti acara tersebut berbeda-beda. Lalu wajar nggak sih, kalo muncul pertanyaan "lha yang ngerluarin kebijakan ini siapa?".

Dan lagi, acara yang diinfokan mendadak. Bahkan aku yang harusnya berangkat besok, nggak tau harus menggunakan akomodasi apa? berangkat jam berapa? tak ada pemberitahuan yang jelas dan pasti. Lalu wajar nggak sih, kalo muncul pertanyaan "apa kita harus berangkat sendiri naik bis?".

Dan biasanya protes di kalangan outsource muncul karena kesenjangan sosial yang kentara banget. Perbedaan pendapataan 1:3 cukup membuat hari panas. Ditambah perlakuan para pihak pertama yang cenderung merasa bahwa outsource adalah BUDAK. Walo nggak semua seperti itu...

Ada case yang sempet diceritain ama teman sekantor pada ku. Dia dituntut untuk berkerja di dua divisi. Dan dengan tanggung jawab yang lebih besar di banding jobdesc aslinya. Kemudian ada personal "individu" dari pihak pertama yang meminta tolong untuk dibantu mengolah data pelanggan yang notabene ada puluhan ribu, namun tidak diiringi dengan sikap yang melegakan. Bayangkan, ketika teman ku ini menghabiskan waktu di depan komputer dan mencurahkan segala kemampuannya, si personal "individu" ini malah ngobrol sambil ngerokok di teras depan kantor. Wajar nggak sih, kalo temenku merasa tersinggung. Padahal yang di kerjakan kala itu bukan lah termasuk dalam jobdesc nya, dan parahnya si temen ku dan personal "individu" ini berbeda divisi lo.

Yah mau gimana lagi.. emang udah budayanya kayak gitu. Masih banyak cerita lain sebenarnya. Cuma kayaknya ga cukup diceritakan disini... :)

So.. Dosa kah jadi seorang outsource? nggak juga menurutku. Tinggal gimana masing-masing individu menyikapi nya. Yang jelas jangan selamanya menjadi seorang outsource aja, Mencari yang lebih baik di luar sana. Atau berinisiatif usaha sendiri malah lebih baik tampaknya.
 
Uniknya Memilih© DiseƱado por: Compartidisimo